Pengikut

Jumat, 02 Oktober 2020

Review Buku Dilarang Bercanda dengan Kenangan 2: Gitasmara Semesta karya Akmal Nasery Basral

Hai, teman-teman.

Di postingan ini aku mau bagikan review buku sekuel Dilarang Bercanda dengan Kenangan. Bagi kamu yang kesal dengan epilog novel sebelumnya, kusarankan baca novel ini karena novel ini bisa mengobati emosimu karena kisah yang kau nantikan ada di sini 😁



Identitas Buku

Judul: Gitasmara Semesta

Penulis: Akmal Nasery Basral

Penerbit: Republika Penerbit

Terbit: Agustus, 2020

Tebal: 489 Halaman


Sinopsis Singkat


Buku ini lanjutan dari buku Dilarang Bercanda dengan Kenangan. Buku ini lanjutan kisah Johansyah Ibrahim, masih terkhusus di kehidupan asmaranya selepas gagal dalam mempertahankan pernikahan. Gitasmara Semesta dimulai dengan Jo yang galau setelah bertemu Aida, seseorang yang pernah merajai hatinya, di Aceh saat Jo sedang menjalankan suatu proyek kantor. Perasaan bahagia Jo hancur berkeping-keping saat tahu bahwa Aida akan menikah dengan seorang LSM asal Meulaboh.

Sepulangnya ke Jakarta, eksekutif muda bidang PR (Public Relations) yang kariernya sedang melejut, kini mengubah ritme hidupnya. Setiap subuh, Jo mulai salat di mesjid. Setiap pulang kerja, Jo selalu ke sebuah pesantren di kawasan Cilodong, Depok. Dia mengikuti kegiatan ibadah para santri dan berkonsultasi dengan kiai pimpinan pesantren. Di novel ini, Jo terlihat lebih agamis. Ketika beraktivitas, dia mengingat dan mempraktikkan ajaran agama.

Ketika sedang galau karena Aida, Jo dihadapkan dengan Ava yang menyesali keputusan sepihaknya dan si kecil Tori yang sedang sakit. Ava menginginkan dia dan Jo bisa rujuk kembali. Melihat sikap Ava yang masih kekanak-kanakan, Jo harus berpikir jernih, memikirkan sebaik mungkin apa yang akan ia lakukan. Di sisi lain, Aida terbang ke Jakarta untuk menemui Jo. Mereka terlibat diskusi serius untuk masa depan.

Ketika kisah cinta Jo tampak bisa berakhir bahagia, satu per satu cobaan datang tanpa bisa diduga. Cobaan-cobaan itu menguji kesetiaan, kekuatan, dan keimanan. Cobaan-cobaan yang memberikan Jo pemahaman tentang pernikahan yang akan selalu ada bedanya. Hadirnya mantan istri Jo yang menceritakan kekelaman kehidupan barunya juga merupakan salah satu dari berbagai cobaan yang ada di novel ini.




Ulasan Buku

Jika pada novel pertama kita akan disuguhkan indahnya suasana Leeds, London, Mekkah, dan Madinah, di novel ini kita akan disuguhkan indahnya suasana Irak, Rumania, Jerman, dan Indonesia. Suasana menegangkan akan kita dapatkan ketika Jo berkunjung ke Erbil, Irak. Di negeri penuh konflik itu, Jo berjuang untuk mendapatkan restu dari paman sang pujaan hatinya. Suasana romantis akan kita dapatkan ketika Jo dan pendamping hidupnya berjalan-jalan di Brasov dan Constanta, Rumania. Penulis pandai mendeskripsikan lokasi sehingga aku juga bisa membayangkan dan menikmati lokasi cerita.

Penulis pandai merangkai konflik. Jika pada novel pertama Jo mengalami dua kali pernikahan dan dua kali perceraian, di novel ini Jo mengalami dua kali pernikahan. Kisah di novel ini sama rumitnya dengan novel sebelumnya, apalagi setelah masa lalu Aida dan Tiara terungkap. Sedih juga, di balik senyum mereka berdua tersimpan tangis karena kejadian nahas yang menimpa mereka. Di bandingkan dengan novel sebelumnya, aku lebih suka novel ini karena kini tokohnya lebih agamis dan bisa mengontrol emosi.

Banyak hikmah yang bisa kita ambil dari novel ini. Beberapa di antaranya adalah betapa pentingnya berbakti kepada kedua orang tua, betapa pentingnya berperilaku baik pada orang lain, betapa indahnya meneladani sirah, dan betapa indahnya ketika bisa mengikhlaskan satu sama lain. Kurekomendasikan buku ini untuk kamu yang pengin membaca kisah romansa yang rumit tapi bisa memikat hati.

Kutipan Buku


"Kamu tidak salah, Va. Uang dan popularitas bukan segalanya. Menjaga kehormatan dan harga diri jauh lebih penting. Banyak pintu rezeki lain yang bisa dicari." - Jo, Gitasmara Semesta, halamn 37.

"Kalau kamu punya dana untuk membelikanku perhiasan, sebaiknya kamu serahkan kepada ibu sebagai tanda terima kasih. Sebab berapa pun harta yang kita berikan kepada ibu kita, sebenarnya tak pernah bisa menggantikan setetes air susu mereka, bukan?" - Aida, Gitasmara Semesta, halaman 163.

"Kita sering tergoda berkompetisi dengan orang lain karena kehidupan zaman sekarang menjadikan kita seperti itu. Kita tak punya waktu untuk menikmati apa yang sudah kita punya. Untuk bersyukur. Perhatian kita selalu terbelah untuk memenuhi ego pribadi sebagai makhluk individual dan berbaur dengan kelompok sebagai makhluk sosial." - Aida, Gitasmara Semesta, halaman 402.




Bagaimana? Tertarik baca novel ini juga? 😊 Semoga kamu bisa segera baca, ya. Sampai jumpa di postingan berikutnya. Ps: yang belum baca review buku Dilarang Bercanda dengan Kenangan bisa klik di sini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar