Hai, teman-teman.
Di postingan pertama ini, aku mau bagikan review buku Tokyo dan
Perayaan Kesedihan. Buku ini baru terbit bulan lalu, loh. Oh ya, aku
sudah review buku ini secara singkat di Instagramku (@lala_sulfa), ini link-nya https://www.instagram.com/p/B_t7YbUADPI/ Simak
postingan ini sampai akhir, ya 😊
Identitas
Buku
Judul:
Tokyo dan Perayaan Kesedihan
Penulis:
Ruth Priscilia Angelina
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Terbit:
April, 2020
Tebal:
208 Halaman
Sinopsis
Singkat
Buku
ini bercerita tentang Shira dan Joshua. Shira Hidajat Nagano dan Joshua Sakaguchi Widjaja. Seperti namanya, mereka berdua
keturunan Jepang-Indonesia. Mereka tidak sengaja bertemu di bandara Tokyo.
Shira pergi ke Jepang untuk bebas dan menemukan siapa dirinya sendiri karena
selama ini hidupnya penuh keteraturan dalam kekangan mamanya. Berbeda dengan Joshua, dia pergi ke
Jepang karena grup musiknya memiliki resital, ia sebagai pemain biola.
Mereka
berdua memiliki permasalahan masing-masing. Masalah Shira berkaitan dengan
dirinya sendiri, orang tua dan sahabat-sahabatnya. Masalah Joshua berkaitan
dengan keluarga dan mantan pacarnya. Sebagai anak satu-satunya, hidup Shira
dikontrol mamanya. Ia juga kesulitan mengenali dirinya karena selalu mengiyakan
perkataan orang, Shira adalah salah satu diantara banyaknya orang Indonesia yang sulit menolak atau mengatakan secara jujur apa yang ia rasakan. Keluarga Shira tidak baik-baik saja, ia adalah anak yang tidak
diinginkan, ayahnya jarang pulang karena lebih cinta dengan pekerjaannya, dia lebih
sering berlayar dibandingkan berkumpul dengan keluarga kecilnya. Tak jauh berbeda dengan Joshua, keluarganya juga tidak
baik-baik saja. Joshua adalah anak laki-laki satu-satunya di antara tiga
bersaudara, dia egois dan suka berbohong. Ayahnya lebih sering memerhatikan Joshua,
beliau juga sering membandingkan Joshua dengan kakaknya.
Selama
di Jepang, Shira dan Joshua sering bertemu. Awalnya komunikasi mereka kaku, hingga akhirnya Shira bisa bercerita dan Joshua bisa menanggapi serta menghiburnya. Setiap hari Shira menulis surat yang ia tujukan untuk orang-orang terdekatnya:
orang tua dan sahabat-sahabatnya. Namun, surat-surat itu justru ia tinggalkan kepada Joshua dengan harapan agar Joshua—orang yang baru dikenalnya itu, mau mengirimkannya.
Shira menghilang, Joshua berusaha mencarinya dengan harapan Shira belum mati, Shira belum bunuh diri.
"Mungkin saya dan semua orang lain, sama-sama takut buat mengatakan kebenaran, dan sebaliknya menyampaikan apa yang mau orang lain dengar saja, ya nggak?" Joshua, halaman 84.
Review
Aku
suka buku ini. Berhubung review ini subjektif, jadi jangan heran mengapa
isinya kebanyakan hal-hal yang bagus, ya 😊
Novela
ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menceritakan Shira dan bagian kedua
menceritakan Joshua. Sudut pandang orang
pertama dalam novela ini memudahkan kita untuk larut dalam kisah, perasaan dan
pemikiran Shira dan Joshua. Penokohannya cukup kuat, penulis berhasil menciptakan dua tokoh dengan baik. Ada Shira dengan segala kesenduannya dan ada Joshua dengan segala kekalutannya. Di bagian Shira, Joshua terlihat sangat bijak, dia sering mengatakan kata-kata yang dapat menghibur Shira. Namun nyatanya, Joshua juga memiliki kehidupan yang pelik, yang akan diceritakan di bagian kedua.
"Tapi, Shira, suara nggak akan berhenti ada di kepalamu. Terkadang justru suara orang lain yang mengingatkan suara dirimu sendiri. Jangan lari, tapi dengarkan. Pilih satu-satu supaya kamu tahu mana yang perlu kamu dengarkan." - Joshua, halaman 69.
Uniknya, novela ini ditulis langsung di Jepang saat akhir tahun. Setiap judul babnya juga diawali dengan tanggal dan setiap bab
menceritakan kejadian yang terjadi dalam 1 hari. Dalam novela ini ada 14 bab,
tepat 14 hari keberadaan mereka di Tokyo. Meskipun singkat, novela ini tetap
berkesan dan memiliki aura yang kelam.
Buku yang tipis dengan alur yang cepat menyebabkan banyak pembaca yang dapat menyelesaikan buku ini dalam sekali duduk. Penjelasan
penulis tentang latar tempat yang digunakan cukup detail dan tetap asyik, seolah-olah
penulis mengajak pembaca untuk berjalan-jalan mengitari kota, meskipun dengan perasaan
kelam yang dialami kedua tokoh. Foto hitam-putih yang tersebar di tiap bab—baik
yang ada hubungannya dengan adegan yang ada di buku maupun tidak, menjadikan
suasana Jepang di buku ini lebih hidup.
Pelajaran
yang bisa kita ambil dari novela ini ialah tak apa merasa sedih, tak apa "merayakan" kesedihan. Namun setelah itu, tetaplah hidup dan bangkitlah kembali.
Kurekomendasikan
buku ini untuk kamu yang suka membaca novel yang berkaitan dengan penyakit
mental, yang suka membaca buku-buku psikologi, atau bagi kamu yang suka travelling.
Mari baca novela ini, lalu renungkan makna-makna kehidupan yang ada. Mari pahami serta rangkul orang-orang yang terpuruk seperti Shira Hidajat Nagano.
Namun satu hal yang perlu diingat, bacalah novela ini saat kamu sedang baik-baik saja. Tak perlu memaksakan diri jika kondisimu sedang tidak baik.
"Baiklah pada semua orang, sayangku. Seperti pohon-pohon ini, mereka tumbuh besar dan menolong orang sembuh dari sakit hati." - Obaasan Joshua, halaman 165.
Sekian, kawan-kawan. Bagaimana? Tertarik baca novela ini? Selain beli, novela ini bisa kamu baca di aplikasi Gramedia Digital. Yuk, dukung penulis dengan baca ebook legal 😊

