Pengikut

Kamis, 07 Mei 2020

Review Buku Tokyo dan Perayaan Kesedihan karya Ruth Priscilia Angelina


Hai, teman-teman.
Di postingan pertama ini, aku mau bagikan review buku Tokyo dan Perayaan Kesedihan. Buku ini baru terbit bulan lalu, loh. Oh ya, aku sudah review buku ini secara singkat di Instagramku (@lala_sulfa), ini link-nya https://www.instagram.com/p/B_t7YbUADPI/ Simak postingan ini sampai akhir, ya 😊




Identitas Buku

Judul: Tokyo dan Perayaan Kesedihan
Penulis: Ruth Priscilia Angelina
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: April, 2020
Tebal: 208 Halaman

Sinopsis Singkat

Buku ini bercerita tentang Shira dan Joshua. Shira Hidajat Nagano dan Joshua Sakaguchi Widjaja. Seperti namanya, mereka berdua keturunan Jepang-Indonesia. Mereka tidak sengaja bertemu di bandara Tokyo. Shira pergi ke Jepang untuk bebas dan menemukan siapa dirinya sendiri karena selama ini hidupnya penuh keteraturan dalam kekangan mamanya. Berbeda dengan Joshua, dia pergi ke Jepang karena grup musiknya memiliki resital, ia sebagai pemain biola.

Mereka berdua memiliki permasalahan masing-masing. Masalah Shira berkaitan dengan dirinya sendiri, orang tua dan sahabat-sahabatnya. Masalah Joshua berkaitan dengan keluarga dan mantan pacarnya. Sebagai anak satu-satunya, hidup Shira dikontrol mamanya. Ia juga kesulitan mengenali dirinya karena selalu mengiyakan perkataan orang, Shira adalah salah satu diantara banyaknya orang Indonesia yang sulit menolak atau mengatakan secara jujur apa yang ia rasakan. Keluarga Shira tidak baik-baik saja, ia adalah anak yang tidak diinginkan, ayahnya jarang pulang karena lebih cinta dengan pekerjaannya, dia lebih sering berlayar dibandingkan berkumpul dengan keluarga kecilnya. Tak jauh berbeda dengan Joshua, keluarganya juga tidak baik-baik saja. Joshua adalah anak laki-laki satu-satunya di antara tiga bersaudara, dia egois dan suka berbohong. Ayahnya lebih sering memerhatikan Joshua, beliau juga sering membandingkan Joshua dengan kakaknya.

Selama di Jepang, Shira dan Joshua sering bertemu. Awalnya komunikasi mereka kaku, hingga akhirnya Shira bisa bercerita dan Joshua bisa menanggapi serta menghiburnya. Setiap hari Shira menulis surat yang ia tujukan untuk orang-orang terdekatnya: orang tua dan sahabat-sahabatnya. Namun, surat-surat itu justru ia tinggalkan kepada Joshua dengan harapan agar Joshua—orang yang baru dikenalnya itu, mau mengirimkannya. Shira menghilang, Joshua berusaha mencarinya dengan harapan Shira belum mati, Shira belum bunuh diri.


"Mungkin saya dan semua orang lain, sama-sama takut buat mengatakan kebenaran, dan sebaliknya menyampaikan apa yang mau orang lain dengar saja, ya nggak?" Joshua, halaman 84.

Review

Aku suka buku ini. Berhubung review ini subjektif, jadi jangan heran mengapa isinya kebanyakan hal-hal yang bagus, ya 😊

Novela ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menceritakan Shira dan bagian kedua menceritakan Joshua. Sudut pandang orang pertama dalam novela ini memudahkan kita untuk larut dalam kisah, perasaan dan pemikiran Shira dan Joshua. Penokohannya cukup kuat, penulis berhasil menciptakan dua tokoh dengan baik. Ada Shira dengan segala kesenduannya dan ada Joshua dengan segala kekalutannya. Di bagian Shira, Joshua terlihat sangat bijak, dia  sering mengatakan kata-kata yang dapat menghibur Shira. Namun nyatanya, Joshua juga memiliki kehidupan yang pelik, yang akan diceritakan di bagian kedua.

"Tapi, Shira, suara nggak akan berhenti ada di kepalamu. Terkadang justru suara orang lain yang mengingatkan suara dirimu sendiri. Jangan lari, tapi dengarkan. Pilih satu-satu supaya kamu tahu mana yang perlu kamu dengarkan." - Joshua, halaman 69.

Uniknya, novela ini ditulis langsung di Jepang saat akhir tahun. Setiap judul babnya juga diawali dengan tanggal dan setiap bab menceritakan kejadian yang terjadi dalam 1 hari. Dalam novela ini ada 14 bab, tepat 14 hari keberadaan mereka di Tokyo. Meskipun singkat, novela ini tetap berkesan dan memiliki aura yang kelam.

Buku yang tipis dengan alur yang cepat menyebabkan banyak pembaca yang dapat menyelesaikan buku ini dalam sekali duduk. Penjelasan penulis tentang latar tempat yang digunakan cukup detail dan tetap asyik, seolah-olah penulis mengajak pembaca untuk berjalan-jalan mengitari kota, meskipun dengan perasaan kelam yang dialami kedua tokoh. Foto hitam-putih yang tersebar di tiap bab—baik yang ada hubungannya dengan adegan yang ada di buku maupun tidak, menjadikan suasana Jepang di buku ini lebih hidup.

Pelajaran yang bisa kita ambil dari novela ini ialah tak apa merasa sedih, tak apa "merayakan" kesedihan. Namun setelah itu, tetaplah hidup dan bangkitlah kembali.

Kurekomendasikan buku ini untuk kamu yang suka membaca novel yang berkaitan dengan penyakit mental, yang suka membaca buku-buku psikologi, atau bagi kamu yang suka travelling. Mari baca novela ini, lalu renungkan makna-makna kehidupan yang ada. Mari pahami serta rangkul orang-orang yang terpuruk seperti Shira Hidajat Nagano.

Namun satu hal yang perlu diingat, bacalah novela ini saat kamu sedang baik-baik saja. Tak perlu memaksakan diri jika kondisimu sedang tidak baik.

"Baiklah pada semua orang, sayangku. Seperti pohon-pohon ini, mereka tumbuh besar dan menolong orang sembuh dari sakit hati." - Obaasan Joshua, halaman 165.


Sekian, kawan-kawan. Bagaimana? Tertarik baca novela ini? Selain beli, novela ini bisa kamu baca di aplikasi Gramedia Digital. Yuk, dukung penulis dengan baca ebook legal 😊